Penggunaan lahan di Kabupaten Temanggung berupa
sawah, bangunan, tegal/huma, kolam/empang, hutan negara/rakyat, perkebunan
negara/swasta, dan lahan lainnya. Kawasan terbangun di Kabupaten Temanggung
menyebar merata di setiap daerahnya. Hal tersebut dapat dilihat dari pola
penggunaan lahan sebagai permukiman dan kegiatan pertanian. Penggunaan lahan
sebagai permukiman dan kegiatan pertanian berada kelerengan 0–8% karena
sebagian beasar wilayah di Kabupaten Temanggung memiliki kelerengan 0-8%,
sementara penggunaan lahan sebagai hutan dan belukar/semak berada di kelerengan
25–40%.
|
Penggunaan Lahan Kabupaten Temanggung |
Penggunaan lahan sebagai
lahan terbangun di Kabupaten Temanggung tersebar di topografi datar (0-8%).
Persebaran tertinggi berada di simpul-simpul utama tepatnya di sepanjang
koridor utama yang melintasi Kecamatan Pringsurat, Temanggung, Kedu, Kranggan,
Parakan, dan Kecamatan Ngadirejo.
Penggunaan lahan sebagai lahan non terbangun
mendominasi tata guna lahan di Kabupaten Temanggung. Hal tersebut disebabkan oleh banyak hal seperti komoditas
utama kabupaten yang berupa pertanian dan mata pencaharian penduduk sebagai
petani yang menyebabkan kebutuhan terhadap lahan pertanian tinggi. Selain di
Kecamatan Kaloran, penggunaan sawah irigasi banyak dijumpai di Kecamatan Kedu,
Parakan, dan Ngadirejo. Sedangkan pemanfaatan lahan sebagai tegalan banyak
dijumpai di Kecamatan Tretep, Wonoboyo, Kaloran, Bulu, Tembarak, dan
Selopampang.
|
Daya Dukung Lahan Kabupaten Temanggung
|
Sebagin besar Kecamatan di
Kabupaten Temanggung dapat dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya, dilihat
berdasarkan klimatologi, jenis tanah dan kelerengan. Kawasan lindung dan
penyangga terbsebar di kecamatan yang memiliki kelerengan curam seperti di
Kecamatan Kledung, Bansari, Ngadirejo, Bulu, Tlogomulyo, Selopampang, Bejen dan
Gemawang. Dalam kajian spatial justice ini,
akan dimaksimalkan “keadilan” dalam perspektif keruangan, dengan melihat
potensi, isu dan permasalahan dan sistem aktivitas dan pelayanan.